Pemungutan suara serentak telah terlaksana pada 14 Februari 2024 lalu. Saat ini masyarakat tengah memperbincangkan proses pengolahan data yang tengah dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Umi Illiyyina, selaku anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Daerah Istimewa Yogyakarta, memberikan komentar dan evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024 bersama pakar politik UGM.
Umi menjelaskan sepanjang pelaksanaan Pemilu 2024, telah tercatat puluhan petugas penyelenggara mengalami kelelahan hingga berakibat sakit dan meninggal dunia.
“Sudah ada 1 dari Linmas (Satuan Perlindungan Masyarakat) yang meninggal dunia. Kemudian sudah ada sekitar 3 pengawas TPS yang masuk rumah sakit. Pertama karena mengalami kecelakaan tunggal karena kelelahan mengawal kotak suara, dan dirawat di ICCU karena kelelahan. Bahkan ada yang sampai diinfus pun, tetap melanjutnya kerjanya,” papar Umi.
Beban kerja tinggi yang dibebankan pada petugas penyelenggara merupakan masalah yang kerap muncul di setiap pemilu. Evaluasi pada Pemilu 2019 lalu Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebutkan, sebanyak 894 petugas meninggal dunia, dan 5.175 lainnya jatuh sakit. Angka ini sangat memprihatinkan, sehingga pada Pemilu 2024 KPU memutuskan untuk menggunakan e-rekapitulasi atau SIREKAP untuk meringankan beban kerja. Kendati demikian, masih banyak kendala yang dialami petugas saat merekap data suara, akibat SIREKAP kerap mengalami gangguan.
“Kalau kasus di Yogyakarta ini dilihat dari segi pemilih, istimewa juga ya masalahnya. Banyak pemilih yang berasal dari daerah lain, yaitu teman-teman mahasiswa pendatang. Sumbangsih ini tentunya sudah kami sosialisasikan sejak tahun 2022 lalu mengenai daftar pemilih, dan 2023 kami sudah menghimbau untuk segera mengurus administrasi. Tapi sampai seminggu, bahkan tiga hari sebelum pemilu, masih ada yang tidak bisa menyalurkan hak suaranya karena tidak mengurus pindah memilih,” jelas Umi. Beberapa alasan yang dipaparkan oleh penduduk rantau adalah sistem administrasi yang sulit.
Dr.rer.pol. Mada Sukmajati, S.IP., M.PP., pakar politik Fisipol UGM, memberikan beberapa pernyataan terkait evaluasi penyelenggaraan Pemilu 2024 ini. Menurutnya, ada beberapa instrumen yang bisa digunakan untuk evaluasi pemilu, antara lain adalah tingkat integritas pemilu, kepastian aturan, hingga partisipasi masyarakat. Pemilu yang sehat adalah persaingan yang adil dan berimbang, serta memiliki kepastian prosedur dan hukum pada setiap tahapannya. Sayangnya, prosedur pelaksanaan pemilu di Indonesia seringkali mengalami perubahan pada setiap tahapannya, baik secara legal ataupun oleh kepentingan pihak-pihak tertentu.
“Aturan main pemilu ini selalu bisa diotak-atik di setiap tahapan. Nanti dari seluruh tahapan tersebut kita bisa nilai integritas pemilu sejauh apa. Selain itu, kita juga bisa menilai dari para pemangku kepentingan, dari peserta, penyelenggara, atau dari pemilihnya. Bahkan bisa juga dari pemerintah yang sedang berkuasa. Sejauh mana para peserta pemilu ini melakukan pemilu yang fair dan berintegritas,” tutur Mada.
Mada juga menjelaskan, integritas pemilu sangat penting untuk dijaga karena berperan sebagai pelindung dari sistem pemilu itu sendiri. Meskipun tidak ada pemilu yang benar-benar berintegritas, namun jika sebuah negara memiliki integritas yang rendah, maka malpraktik dan kecurangan sangat mungkin terjadi. Pihak yang paling terdampak tentunya adalah masyarakat. “Kalau tidak ada integritas dalam pemilu, jelas itu akan mengurangi kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga politik, partai, pemilu, parlemen, dan lain-lain. Bisa juga memicu adanya protes dan kekerasan. Sehingga ini sangat berbahaya,” terang Mada.
Selain untuk menjaga dan melindungi sistem demokrasi untuk masyarakat, pemilu berintegritas juga menjadi salah satu dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).
Pada poin ke-16 tentang perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang kuat. Integritas menjadi penting agar pemilu tetap berjalan kondusif, aktif, dan tentunya berimbang serta adil bagi seluruh elemen peserta pemilu.
Penulis: Tasya
Sumber Universitas Gajah Mada Yogyakarta